Gatholoco, suluk karya sastra Jawa klasik, berbahasa Jawa baru, berbentuk puisi tembang macapat, bernafaskan Islam dan berisi ajaran tasawuf atau mistik. Waktu penulisan pada hari Senin Pahing, tanggal 8 Jumadilawal 1962 Jawa. Isi teks menceritakan perbincangan atau perdebatan antara Gatholoco dengan Dewi Perjiwati mengenai hakikat pria-wanita, perilaku dalam asmaragama dan asal terjadinya benih manusia. Tokoh Gatholoco digambarkan sebagai seorang anak raja Suksmawisesa dari kerajaan Jajarginawe yang berparas jelek sekali. Ia mempunyai seorang hamba yang sangat setia, bernama Darmagandhul yang tidak kalah jeleknya dari dirinya. Gatholoco disuruh bertapa oleh ayahnya agar ia menjadi orang yang sangat pandai berdebat, pandai tulis-menulis, dan pandai berhitung tanpa guru. Kelak ia akan mendapat lawan tangguh dalam berdebat mengenai kawruh kasunyatan “Ilmu Sejati“ yang bernama Dewi Perwijati. Diceritakan tentang tiga orang guru mengaji, yaitu Abduljabar, Abdulmanab, Abdulgharib. Ketiganya amat fasih dalam membaca Al Quran, Fikih dan Nahwu. Mereka berjumpa dengan Gatholoco dalam perjalanan sewaktu mencari lawan untuk berdebat tentang ilmu yang dikuasainya. Terjadilah perdebatan antara ketiga guru mengaji tersebut dengan Gatholoco. Perdebatan meliputi tentang arti orang yang memiliki ilmu, haram, atau najis dan arti halal. Gatholoco memenangkan perdebatan dan akhirnya mengajak mereka berteka-teki. Teka-teki Gatholoco mengenai: wayang, dalang, blencong, dan kelir. Dari keempat itu manakah yang lebih tua? perdebatan dimenangkan oleh Gatholoco. Ia menerangkan juga tentang hakikat: wayang, dalang, kelir, blencong dan gamelan. Ketiga guru mengaji itu akhirnya meninggalkan Gatholoco dan menuju Cepekan. Di Cepekan terdapat tiga orang guru mengaji, yaitu: Kasan Mustahal, Kasan Besari, dan Ki Duljalal. Mereka ini didatangi oleh ketiga orang guru mengaji yang kalah berdebat dengan Gatholoco. Mereka menceritakan tentang kekalahan dalam perdebatan. Gatholoco dicari dan diajaknya ke Pondok Cepekan untuk diajak berdebat tentang ilmu sejati. Perdebatan antara Gatholoco dengan ketiga orang guru mengaji di Pondok Cepekan berlanjut. Akhirnya dimenangkan oleh Gatholoco, karena mereka kalah, maka diusirlah Gatholoco dari pondok tersebut. Pada mulanya Gatholoco tidak mau pergi kalau tidak diberi uang. Akhirnya, ia meninggalkan pondok tersebut untuk melanjutkan pengembaraannya. Perjalanan Gatholoco sampai di gunung Endragiri dan bertemu dengan seorang pertapa yang bernama Dewi Perjiwati yang di dampingi oleh para emban dan cantriknya. Sebelum bertemu dengan Dewi Perjiwati terpaksa harus menghadapi para emban dan cantriknya yang mendampinginya. Para emban dan cantrik tersebut memberikan teka-teki untuk dijawab oleh Gatholoco. Ternyata teka-teki yang diberikan dapat dijawab oleh Gatholoco dengan baik, kemudian Gatholoco dapat bertemu dengan Dewi Perjiwati, maka terjadilah tanya jawab. Pertanyaan yang diajukan oleh Dewi Perjiwati adalah tentang arti kalimah Sahadat, arti pria-wanita dan suami istri. Apabila Gatholoco dapat menebak dengan betul maka sebagai imbalannya adalah Dewi Perjiwati bersedia menjadi istrinya. Ternyata Gatholoco dapat memenangkan perdebatan tersebut sehingga Dewi Perjiwati terpaksa mau menjadi istri Gatholoco walaupun dengan berat hati. Para emban dan cantrik memberikan saran agar Gatholoco diajaknya masuk ke gua, setelah sampai di dalamnya maka pintu gua segera ditutup. Darmagandhul, hamba setia Gatholoco memperingatkan tetapi tidak dihiraukan, ia mengalami pingsan di dalam gua. Setelah sampai diluar ia baru sadar bahwa telah terjebak oleh tipu daya Dewi Perjiwati. Karena merasa terjebak, maka Gatholoco merasa malu, akhirnya ia masuk kembali ingin berperang dengan Dewi Perjiwati. Keduanya ternyata sama-sama sakti dan tidak ada yang menyerah. Tidak lama kemudian lahirlah seorang bayi dari rahim Dewi Perjiwati, baik Dewi Perjiwati maupun Gatholoco sangat sayang melihat anak tersebut. Ia bertanya kepada Dewi Perjiwati, sebetulnya anak siapakah bayi itu? dijawabnya. Ia adalah anak dari Gatholoco sendiri. Anak tersebut kelak diberi ajaran tentang rukun Islam. Menurut saya sih, Gatho itu kan sebenarnya dimaksudkan untuk menggambarkan "Barang rahasia" atau lebih jamaknya disebut "barang winadi" oleh pujangga besar Ronggowarsito dalam pustakanya yang terkenal dengan judul "GATHOLOCO". Nama gatholoco itu berarti gatho = barang wadi dan loco artinya di elus-elus atau di kocok-kocok yang artinya tahu sendiri lah. Saya sebagai manusia lemah , goblog, tidak pengalaman, kurang tata susila, pokoknya serba kekurangan kan sama saja dengan "LOYO". Jadi mbah gatho sebenarnya pengin seperti Ronggowarsito yang pandangannya hebat dan tidak loyo, disentuh /dielus sedikit saja sudah tegak lurus wawasannya. Maka beliau berani menentang ulama besar Kasan Besari karena perbedaan paham. Sedang mbah gatho pikiran dan pengetahuannya sangat kecil dan lemah maka tahu diri dengan memakai nama Gatholoyo (Gatholoco)
|